Sumber gambar: www.muvila.com |
Namun demikian, di balik sifat pendiamnya, Damar termasuk
salah satu siswa yang cerdas dan tekun. Setiap kali saya memberikan tugas, terutama
yang bersifat individu, ia selalu menjadi yang pertama mengumpulkan, kecuali tugas
yang berkaitan dengan keterampilan berbicara seperti pidato atau membaca naskah
berita di depan kelas, ia pasti memilih urutan paling akhir.
Selain cerdas dan tekun, Damar juga dikenal sebagai siswa penurut.
Mungkin karena sifatnya yang pendiam, sehingga lebih banyak memilih abstain dan
menuruti suara terbanyak ketika terjadi diskusi dalam proses pembelajaran di
kelas.
Pernah dalam sebuah diskusi tentang “Keberadaan Tambang Batu
Bara di Kabupaten Lahat” saya meminta para siswa untuk menentukan sikap dengan mengangkat
tangan bagi yang pro dan yang kontra. Semua siswa mengangkat tangan kecuali
Damar. Ketika saya bertanya mengapa begitu? Jawabannya sederhana “Nanti kalau saya
angkat tangan, saya diminta menjelaskan mengapa memilih pro atau kontra,” katanya.
Mendengar jawaban tersebut saya hanya tersenyum dan kemudian melanjutkan proses
diskusi.
Pengalaman menarik bersama Damar terjadi ketika suatu saat
saya mengembalikan buku tugas yang sudah selesai saya koreksi. Semua siswa
terlihat gembira dengan nilai perolehan masing-masing, tetapi tidak demikian
dengan Damar yang hanya duduk diam setelah setelah menerima buku tugas. Semula
saya menganggap hal tersebut biasa, karena Damar memang tidak ekspresif seperti
siswa-siswi yang lain.
Saya melanjutkan kegiatan pembelajaran dengan menjelaskan
materi sesuai Kompetensi Dasar dan indikator pembelajaran. Setelah selesai
menjelaskan materi, saya kembali memberikan tugas kepada para siswa. Semuanya mengerjakan
tugas tersebut dengan antusias, karena hasilnya harus dikumpulkan kembali 15
menit sebelum pembelajaran berakhir. Ketika teman-temannya sibuk mengerjakan
tugas yang saya berikan, Damar hanya duduk diam dan tampak tidak menuliskan
apapun pada buku tugasnya.
Penasaran dengan sikap Damar, saya pun menghampiri mejanya.
Ketika saya memeriksa buku tugasnya ternyata benar dugaan saya, ia benar-benar
tidak mengerjakan tugas yang saya berikan. Dengan nada sedikit kesal saya bertanya
mengapa Damar tidak mengerjakan tugas? Damar menjawab dengan suara sedikit
gemetar dan mata berkaca-kaca, “Untuk apa dikerjakan nanti juga tidak dinilai!”
Ternyata ketika saya mengembalikan buku tugas siswa di awal kegiatan
pembelajaran, salah satu buku tidak terkoreksi dan buku tersebut milik Damar.
Damar sepertinya sangat kecewa karena hasil kerjanya tidak
dikoreksi dan diberi nilai, meskipun hal tersebut sungguh tidak disengaja.
Damar yang tidak berani menyampaikan protes secara langsung kepada saya lebih
memilih mengekspresikan kekecewaannya dengan mogok mengerjakan tugas. Hal yang
kemudian menyadarkan saya tentang pentingnya
penghargaan terhadap hasil kerja siswa. Sesederhana apapun tugas yang
diberikan dan seperti apapun jawaban yang diberikan, guru wajib menghargai dan mengapresiasi.
Dalam kepemimpinan, hal seperti ini pun tentunya mutlak diperhatikan. Seperti kata Dale Carnegie (2011:298) dalam buku Bagaimana Menjadi Pemimpin Bagi Diri Sendiri
dan Orang Lain, “Tidak peduli seberapa aman rasa seseorang, tidak peduli
seberapa sehat ego mereka, tidak ada seorangpun yang senang bekerja dalam
keadaan vakum, orang-orang senang jika usaha mereka diketahui.”
(WELLYSERAN)
Apresiasi, reward, ataupun itu penghargaan yang maknanya beda-beda tipis merupakan salahsatu kebutuhan hidup manusia yang harus terpenuhi, karena hal tersebut merupakan sumber motivasi untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
BalasHapus