Sumber gambar marhadisaja.file.wordpress.com |
“Ternyata memang tidak mudah menegakkan aturan
organisasi. Banyak tantangan dan ketakutan yang harus dihadapi, terutama dari
dalam diri sendiri. Tantangan dan ketakutan tersebut terkadang memaksa kita
masuk dalam situasi yang sangat dilematis, sehingga tanpa disadari membawa kita pada sikap tidak netral dan subjektif.”
Pepatah lama mengatakan “guru terbaik adalah pengalaman”. Pepatah ini pula yang mendorong saya menerima tawaran untuk menjadi pengurus koperasi menggantikan pengurus lama yang habis masa jabatannya. Saya menerima tawaran tersebut, karena termotiviasi oleh keinginan menggali pengalaman dari aktivitas baru di luar rutinitas sebagai pendidik.
Benar kata pepatah, banyak pengalaman sekaligus pengetahuan baru yang saya dapat saat menjadi pengurus koperasi. Saya bisa merasakan bagaimana sulitnya memberikan penjelasan kepada anggota yang lalai mengangsur pinjaman agar tidak tersinggung dan keluar dari koperasi, anggota yang keras kepala, anggota yang kritis, atasan di sekolah yang bermasalah di koperasi, dan masih banyak lagi pengalaman menarik lainnya yang sangat berharga bagi perkembangan pribadi saya.
Dari sekian banyak pengalaman, bagian paling menarik adalah ketika saya harus berhadapan dengan salah satu teman berkait tunggakan simpanan wajib selama tujuh bulan. Menurut ART (Anggaran Rumah Tangga), beliau seharusnya sudah diberikan surat panggilan, bahkan terancam dikeluarkan karena menunggak simpanan wajib lebih dari enam bulan. Namun, kebijakan untuk mengeluarkan anggota tidak diambil, karena pertimbangan bahwa faktor kelalaian pengurus mengingatkan anggota juga menjadi penyebab anggota menunggak membayar simpanan wajib sampai tujuh bulan.
Sebelumnya, permasalahan tunggakan anggota sudah dibahas dalam rapat bulanan. Panitia pendidikan dan panitia kredit menyampaikan kepada seluruh pengurus berkait nama-nama anggota yang bermasalah, baik yang lalai mengangsur pinjaman maupun simpanan wajib. Dari hasil rapat, seluruh pengurus sepakat untuk tetap mematuhi ketentuan dalam ART. Para anggota koperasi yang bermasalah akan diberikan surat panggilan agar yang bersangkutan tahu dan segera menunaikan kewajibannya sebagai anggota aktif koperasi.
Pada hari kerja berikutnya, teman saya yang bermasalah dengan simpanan wajib datang ke kantor koperasi sebelum menerima surat panggilan. Namun, kedatangan beliau ternyata bukan untuk membayar tunggakan, melainkan mengajukan pinjaman. Karena mengetahui bahwa yang bersangkutan memiliki tunggakan simpanan wajib selama tujuh bulan, kami - panitia pendidikan bersama panitia kredit - mencoba bernegosiasi.
Saya termasuk salah satu pengurus bagian kredit yang ngotot agar yang bersangkutan membereskan tunggakan terlebih dahulu sebelum mengajukan pinjaman. Hal tersebut saya lakukan, karena berpegang pada ketentuan dalam ART sebagai kekuasaan tertinggi koperasi. Yang bersangkutan pun tidak keberatan dengan syarat yang kami ajukan dan bersedia membayar tunggakan.
Meski negosiasi berjalan lancar, namun ternyata pengalaman bernegosiasi dengan teman terkait tunggakan yang harus dibayar membekas dalam benak saya dan sedikit menimbulkan perasaan tidak nyaman. Saat itu saya dihadapkan pada dua pilihan, antara menjaga perasaan teman atau menjalankan kebijakan sesuai ketentuan ART? Saya memilih opsi yang kedua, meski harus menanggung risiko akan dianggap sebagai teman yang tidak bisa diandalkan.
Dalam perjalanan pulang ke rumah saya terus bertanya-tanya dalam hati, apakah teman saya merasa kecewa dengan sikap saya? Lalu bagaimana kalau suatu saat saya membutuhkan bantuannya, apakah ia masih bersedia membantu saya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus berkecambuk dan membawa saya pada sebuah refleksi bahwa ternyata memang tidak mudah untuk patuh dan tegas menegakkan peraturan organisasi. Banyak tantangan dan ketakutan yang harus dihadapi, terutama dari dalam diri sendiri. Tantangan dan ketakutan tersebut terkadang memaksa kita masuk dalam situasi yang sangat dilematis, sehingga membuat kita sulit untuk berpikir jernih saat mengambil sebuah keputusan.
Dalam sebuah organisasi, pemimpin merupakan sosok yang paling akrab dengan situasi ini. Sebagai bagian dari organisasi kita tentu pernah menyaksikan saat-saat di mana pemimpin terlihat sulit bersikap tegas terhadap anggota yang tidak patuh terhadap peraturan organisasi. Apalagi kalau yang melanggar adalah kerabat atau orang yang dekat dengan pimpinan. Jika salah menentukan sikap, maka kesan adanya tebang pilih dalam penegakan peraturan akan sulit terelakkan.
Harga yang harus dibayar adalah menurunnya tingkat kepercayaan bawahan terhadap pemimpin. Penurunan tingkat kepercayaan tentu saja akan berpengaruh terhadap kualitas kerja, seiring anggapan bahwa penilaian kinerja hanya dilakukan atas dasar pandangan subjektif “suka atau tidak suka”. Sebuah kondisi yang tentunya tidak sehat bagi perjalanan organisasi.
Untuk menghindari kondisi tersebut, penting bagi pemimpin untuk mengedepankan sikap netral saat menerapkan peraturan dan objektif saat menilai kinerja bawahan. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Lukas Dwiantara (2009:91), dalam bukunya berjudul Etiket di Tempat Kerja yang mengatakan bahwa untuk dapat menggerakkan bawahan dan membangun sinergi di tempat kerja, salah satu hal yang harus dilakukan oleh pemimpin adalah bersikap netral, objektif, dan tidak pilih kasih terhadap bawahan, baik dalam sikap maupun tindakan, baik dalam memberikan kesempatan untuk berkembang maupun tindakan-tindakan personalia yang lain, termasuk dalam memberikan reward dan punishment.
Sikap netral dan objektif juga diperlukan oleh pemimpin untuk menghindari kecemburuan antarbawahan, budaya "menjilat", serta tindakan-tindakan kontraproduktif lainnya, seperti saling jegal, sikap pasif, dan apatis terhadap perkembangan organisasi. Selain itu, sikap netral dan objektif juga dibperlukan untuk proses kaderisasi calon pemimpin berikutnya. Dengan penilaian kinerja yang objektif niscaya posisi-posisi strategis dalam organisasi kelak akan diisi oleh orang-orang dengan kompetensi mumpuni, sehingga dapat membawa perkembangan positif bagi organisasi di masa depan. (WELLYSERAN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar