Sumber gambar: https://panjiwijonarko.files.wordpress.com |
Dalam berorganisasi segala sesuatu jangan hanya
dilihat dari sudut pandang pribadi, tetapi juga perlu mempertimbangkan
kepentingan orang yang lebih banyak. Sebagai bagian dari organisasi kesadaran
bahwa keberlangsungan organisasi adalah yang paling utama penting untuk disadari,
karena apa yang menurut kita baik belum tentu sama menurut orang lain, dan
belum tentu pula sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Proses
belajar menulis, saya mulai dari menceritakan berbagai kegiatan yang ada di
lingkungan sekolah. Hasilnya saya publikasikan melalui media sosial, tabloid
sekolah, dan website resmi sekolah. Selain itu, tulisan-tulisan yang saya
anggap mengandung nilai promosi juga saya kirimkan ke media online lokal
sebagai salah satu upaya memperkenalkan sekolah kepada masyarakat.
Termotivasi
oleh salah satu dosen semasa kuliah yang banyak dikenal karena kepiawaiannya
menulis, saya pun terus mengembangkan topik tulisan. Tulisan tidak lagi terbatas
pada hal-hal di sekitar sekolah, tetapi juga menyorot masalah-masalah yang
lebih luas dan krusial yang terkait dengan dunia pendidikan.
Hasilnya, salah
satu artikel tentang kutikulum 2013 pernah dimuat di Kompas Siang edisi 7
Oktober 2014 (saya mendapat honor pertama menulis dari artikel ini). Sebelumnya
artikel tersebut sudah terlebih dahulu dimuat di koran lokal Sriwijaya Post
dengan judul berbeda. Pengalaman tersebut semakin membakar semangat untuk terus
mengkritisi hal-hal yang saya anggap kurang baik dan menyimpang dari prinsip-prinsip
dasar mendidik.
Semangat
tersebut pula yang mendorong saya untuk berani mengkritisi beberapa kebijakan
lembaga yang menurut saya kurang tepat. Motivasinya tidak lain sebagai wujud
kepedulian kepada lembaga agar tidak kebablasan dalam mengambil kebijakan. Dari
permenungan dan pergolakan yang saya alami, lahirlah sebuah artikel opini yang
berisi kritik terhadap berbagai kebijakan lembaga yang menurut saya menyimpang
dari visi dan dapat mengilangkan kekhasan lembaga. Artikel tersebut saya muat
di website resmi sekolah dengan harapan dapat dijadikan bahan refeleksi bagi
seluruh karyawan dan jajaran struktural.
Namun, benarlah
nasihat dari orang tua-tua, niat baik tidak selalu berbuah baik. Pihak lembaga
menyatakan keberatan atas isi artikel tersebut. Mereka menganggap isi artikel
tersebut dapat menurunkan kredibilitas lembaga di mata masyarakat. Alhasil,
nama saya menjadi topik hangat di kalangan para guru, ada yang mendukung tetapi
tidak sedikit pula yang menolak.
Artikel tersebut
bahkan sempat diangkat sebagai pokok bahasan dalam sebuah learning forum di sekolah tempat saya mengajar. Dalam kesempatan
tersebut, oleh kepala sekolah, saya diminta untuk memaparkan isi dari artikel
secara terang benderang. Saya menyanggupi dan menjelaskan maksud dan tujuan
penulisan artikel tersebut. Satu hal yang selalu saya tekankan adalah bahwa
artikel tersebut merupakan artikel opini yang ditulis dari sudut pandang
pribadi saya, berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman selama menjadi guru.
Hampir
seluruh guru menyatakan setuju terhadap permasahan yang angkat dalam tulisan. Namun,
sebagian guru menyayangkan artikel tersebut diumbar di media online. Menurut
mereka, internet memiliki akses yang tidak terbatas sehingga dengan menampilkan
artikel tersebut di media online, dikhawatirkan akan dibaca oleh masyarakat
luas dan akan ditafsirkan secara bebas. Dampaknya adalah tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga akan menurun.
Saya tidak membantah hal tersebut, karena memang benar adanya. Agaknya saya
telah memaksakan ego pribadi dan cenderung memaksakan pendapat pribadi dalam
menyikapi persoalan yang berkait langsung dengan kepentingan seluruh anggota
organisasi. Ketika pihak lembaga menyatakan keberatan terhadap isi artikel yang
saya tulis, saya berusaha membela diri, karena menurut saya yang saya lakukan
benar.
Untuk mendapatkan
pencerahan yang lebih mendalam, saya pun meminta pendapat dari pihak ketiga
yang saya anggap netral dan memiliki pengalaman mumpuni dalam dunia
tulis-menulis. Pilihan saya jatuh pada sosok seorang dosen di salah satu
universitas swasta di Yogyakarta.
Dalam wejangannnya
beliau mengatakan, bahwa wajar bila pihak lembaga keberatan terhadap isi
artikel saya, karena memang isinya dapat memberikan promosi negatif bagi lembaga.
Ia menyarankan sebaiknya persoalan-persoalan internal lembaga tidak diumbar ke
publik. Beliau menjelaskan dengan kalimat sederhana namun mengena “Lebih baik
kita berdarah-darah di dalam, tetapi tetap santun dan tersenyum ketika keluar
dari pintu gerbang lembaga,” katanya.
Maksudnya adalah silang pendapat merupakan hal
yang lumrah dalam organisasi. Perdebatan dan saling sikut menjadi hal yang biasa
terjadi. Namun demikian, hendaknya berbagai permasalahan dalam lembaga cukuplah
dibahas di dalam saja, tidak perlu dibawa keluar apalagi dipublikasikan. Tidak
diceritakan saja orang bisa tahu, apalagi kalau persoalan internal lembaga kita
umbar ke publik.
Pernyataan
tersebut semakin mempertegas bahwa dalam berorganisasi segala sesuatu jangan
hanya dilihat dari sudut pandang pribadi, tetapi juga perlu mempertimbangkan
kepentingan orang yang lebih banyak. Perlu juga meminta pendapat dari pihak lain yang lebih memahami permasalahan. Sebagai bagian dari
organisasi kesadaran bahwa keberlangsungan organisasi adalah yang paling utama
penting untuk disadari, karena apa yang menurut kita baik belum tentu sama
menurut orang lain, dan belum tentu pula sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar