MASIH ADAKAH SOSOK GURU OEMAR BAKRI?

Masih ingatkah Anda dengan sosok Guru Oemar Bakrie dalam lirik salah satu lagu legendaris milik Iwan Fals? Jika Anda tahu atau pernah mendengarkan lagu tersebut, maka pertanyaan berikutnya adalah masih adakah sosok Guru Oemar Bakrie pada masa sekarang? Jawabannya tentu saja bisa iya, bisa tidak, tergantung dari sudut pandang mana Anda menilai.
Sosok Guru Oemar Bakrie dalam lagu Iwan Fals memang digambarkan sebagai sosok yang sederhana, tetapi penuh dedikasi. Meski pada zamannya gaji guru jauh dari kata cukup – tersirat dalam salah satu lirik “gaji guru Oemar Bakrie seperti dikebiri”, namun sosok Oemar Bakrie tetap mampu memberikan sumbangsih yang besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Selama 40 tahun mengabdi bagi negeri, Oemar Bakrie banyak menghasilkan orang-orang hebat, beberapa di antaranya bergelar insinyur, doktor, bahkan profesor.
 Meski penulis belum menemukan referensi valid yang dapat menjelaskan apakah sosok Oemar Bakrie betul-betul ada atau tidak dalam kehidupan nyata, tetapi yang jelas beliau merupakan sosok guru yang luar biasa yang dapat dijadikan teladan, khususnya bagi guru-guru muda yang baru meniti karier sebagai guru. Semangat mendidik Oemar Bakrie yang tulus dan mengesampingkan materi, layak dijadikan teladan bagi pendidik, bahwa profesi guru adalah profesi yang mulia dan tidak bisa semata-mata dijalani sekadar untuk mendapatkan imbal jasa.
Kembali pada pertanyaan awal, apakah sosok Guru Oemar Bakrie masih ada pada konteks masa sekarang? Jawaban penulis, jika status guru yang dimaksud adalah sama seperti sosok Guru Oemar Bakrie dalam lagu Iwan Fals, yaitu Guru PNS, rasanya sudah tidak ada lagi Guru PNS yang bernasib sama seperti beliau. Alasannya, karena tingkat kesejahteraan guru saat ini jauh berbeda dibandingkan guru pada zaman dahulu.
Penulis teringat ketika suatu hari diberi kesempatan mengkuti sebuah pelatihan bersama seluruh guru, baik guru swasta maupun PNS yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Pada saat itu penulis sedikit terkesima menyaksikan perubahan yang begitu pesat pada gaya hidup para guru. Dengan peningkatan kesejahteraan, guru-guru sekarang banyak yang tidak terlihat seperti guru. Maksudnya, ada perbedaan yang mencolok antara guru dulu dan sekarang. Perubahan mencolok tidak hanya dari aspek gaya hidup, tetapi juga cara pandang para guru dalam menafsirkan makna dedikasi.
Saat itu, ketika penulis tiba di sekolah tempat pelatihan dilaksanakan, penulis merasa seperti masuk ke tempat yang salah, karena para guru yang datang banyak yang sudah menggunakan mobil pribadi, tidak lagi menggunakan sepeda kumbang seperti Guru Oemar Bakrie dalam lirik lagu Iwan Fals. Bahkan, karena penampilan beberapa guru yang terkesan wah, penulis sempat keliru karena mengira salah satu guru yang penulis jumpai adalah narasumber, padahal bukan. Beliau sama seperti penulis sebagai peserta pelatihan.
Jika pertanyaan dikembangkan lebih jauh apakah dengan meningkatnya kesejahteraan diimbangi pula dengan peningkatan kinerja? Jawaban dari pertanyaan ini tentunya harus bisa diperoleh melalui kajian yang mendalam dan dapat dipertanggungjawabkan. Akan tetapi, dengan mengamati dan menyaksikan kualitas pelayanan dan sikap guru dalam menjalankan tugas sehari-hari, hipotesis awal sudah dapat diperoleh.
Sebagai contoh yang penulis saksikan ketika mengikuti pelatihan seperti dikemukakan sebelumnya. Sangat disayangkan, karena ternyata yang menjadi motivasi utama para guru mengikuti pelatihan bukan semata-mata pengetahuan tentang sistem pengelolaan perpustakaan sekolah – materi pelatihan yang penulis ikuti, tetapi yang jauh lebih penting adalah setelah pelatihan selesai para peserta akan mendapatkan sertifikat sebagai kepala perpustakaan. Setifikat kepala perpustakaan penting bagi guru penerima tunjangan sertifikasi, karena dengan menjabat kepala perpustakaan dan bersertifikat, jam wajib mengajar mereka akan berkurang dari 24 jam per minggu menjadi 12 jam, sehingga lebih mudah dipenuhi.
Fakta tersebut juga diperkuat dengan tindak-tanduk sebagian guru ketika pelatihan dilaksanakan. Ada guru yang datang hanya sekadar untuk menandatangani absen. Ada juga guru yang kehadirannya timbul-tenggelam - kadang hadir, kadang tidak. Guru-guru yang hadir pun tidak semua memerhatikan dengan serius apa yang disampaikan narasumber, sebagian lebih memilih asyik dengan gadgednya masing-masing daripada mendengarkan pemaparan narasumber yang mungkin dianggap tidak terlalu penting.
Kenyataan bahwa peningkatan kesejahteraan guru belum berbanding lurus dengan peningkatan kinerja, tidak hanya dapat dilihat dari sikap dalam menjalankan tugas sehari-hari. Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015 lalu juga menunjukkan hasil yang belum menggembirakan, khususnya pada bidang kompetensi pedagogik yang berkaitan langsung dengan kemampuan mengajar guru. Data Kemdikbud menunjukkan bahwa rata-rata nasional untuk kompetensi pedagogik hanya 48,94 masih di bawah Standar Kompetensi Minimal (SKM) Nasional, yaitu 55,00. Meski tingkat validitas dari hasil UKG masih banyak diperdebatkan, akan tetapi sebagai guru layak kita refleksikan bersama, apakah peningkatan kesejahteraan yang kita terima juga diimbangi dengan peningkatan kinerja?
Kembali pada sosok Guru Oemar Bakrie dalam lagu Iwan Fals. Mungkin sosok Guru Oemar Bakrie dalam lagu tersebut memang tidak pernah ada dalam kehidupan nyata. Sosok Oemar Bakrie barang kali hanya tokoh rekaan untuk menyuarakan nasib guru pada masa itu yang dikenal sebagai sosok pahlawan tanpa tanda jasa. Jasa-jasanya tak terhingga tetapi imbalan yang diterima tidak seberapa.

Saat ini para guru mulai merasakan hasil dari pembelaan Iwan Fals terhadap profesi guru melalui lantunan lagu Oemar Bakrie. Kesejahteraan guru kini terus mengalami perbaikan, seiring dengan kebijakan pemerintah yang semakin pro terhadap para pelakon pendidikan. Bahkan, profesi guru PNS saat ini semakin diminati, karena dinilai menjanjikan dan dapat menjamin kesejahteraan. Rasanya, sudah selayaknya para guru mengerti akan arti balas budi, dengan cara terus meningkatkan kompetensi diri, agar kualitas pelayanan terhadap peserta didik juga semakin meningkat. Jangan hanya menuntut hak, kewajiban utama sebagai guru profesional juga harus dipenuhi. (WELLYSERAN)
Share:

2 komentar:

  1. Banyak juga PNS yg nasibny sm seperti Umar Bakri. Jd Umar Bakri tak apa,setidakny masih ada yg bisa kt bagi dalam hidup, dan ada yg bahagia karenany.

    BalasHapus

Pengunjung:

Postingan Populer

Diberdayakan oleh Blogger.