POIN-POIN PENTING DALAM PERMENDIKBUDRISTEK No. 21 TAHUN 2022 TENTANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, JENJANG PENDIDIKAN DASAR, DAN JENJANG PENDIDIKAN MENENGAH

Penilaian Sumatif hanya berlaku bagi peserta didik yang berada di jenjang pendidikan dasar dan menenagah.

Pasal 9 

  1. Penilaian hasil belajar Peserta Didik dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 8 berbentuk: (a) Penilaian formatif; dan (b) Penilaian sumatif.
  2. Penilaian formatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan pada pendidikan anak usia dini, jenjang pendidikan dasar, dan jenjang pendidikan menengah.
  3. Penilaian sumatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah.
  4. Penilaian formatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bertujuan untuk memantau dan memperbaiki proses pembelajaran serta mengevaluasi pencapaian tujuan pembelajaran.
  5. Penilaian formatif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai: (a) Peserta Didik yang mengalami hambatan atau kesulitan belajar; dan (b) perkembangan belajar Peserta Didik.
  6. Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai umpan balik bagi: (a) Peserta Didik untuk mengembangkan kemampuan dalam memonitor proses dan kemajuan belajar sebagai bagian dari keterampilan belajar sepanjang hayat; dan (b) Pendidik untuk merefleksikan dan meningkatkan efektivitas pembelajaran.
  7. Penilaian sumatif pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertujuan untuk menilai pencapaian hasil belajar Peserta Didik sebagai dasar penentuan: (a) kenaikan kelas; dan (b) kelulusan dari Satuan Pendidikan.
  8. Penilaian pencapaian hasil belajar Peserta Didik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan dengan membandingkan pencapaian hasil belajar Peserta Didik dengan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran. 

Catatan:

Penting untuk diperhatikan bahwa pendidik tidak mencampur penghitungan dari hasil asesmen formatif dan sumatif karena asesmen formatif dan sumatif memiliki fungsi yang berbeda. Asesmen formatif bertujuan untuk memberikan umpan balik pada proses sehingga asesmen formatif bukan menjadi penentu atau pembagi untuk nilai akhir

Dalam mengolah dan menentukan hasil akhir asesmen sumatif, pendidik perlu membagi asesmennya ke dalam beberapa kegiatan asesmen sumatif agar peserta didik dapat menyelesaikan asesmen sumatifnya dalam kondisi yang optimal (tidak terburu-buru atau tidak terlalu padat). Untuk situasi ini, nilai akhir merupakan gabungan dari beberapa kegiatan asesmen tersebut.


Istilah yang digunakan untuk proses pembalajaran yang berlangsung selama satu tahun adalah tahun ajaran.

Pasal 10 

  1. Penentuan kenaikan kelas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) huruf a dilakukan dengan mempertimbangkan laporan kemajuan belajar yang mencerminkan pencapaian Peserta Didik pada semua mata pelajaran dan ekstrakurikuler serta prestasi lain selama 1 (satu) tahun ajaran.
  2. Penentuan kelulusan dari Satuan Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan laporan kemajuan belajar yang mencerminkan pencapaian Peserta Didik pada semua mata pelajaran dan ekstrakurikuler serta prestasi lain pada: (a) kelas V dan kelas VI untuk sekolah dasar atau bentuk lain yang sederajat; dan (b) setiap tingkatan kelas untuk sekolah menengah pertama atau bentuk lain yang sederajat dan sekolah menengah atas atau bentuk lain yang sederajat.

Yang menetapkan mekanisme penentuan kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik adalah satuan pendidikan (sekolah).

Pasal 11 

Satuan Pendidikan menetapkan mekanisme penentuan kenaikan kelas dan kelulusan dari Satuan Pendidikan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh kepala unit utama yang membidangi kurikulum dan asesmen. 

Catatan:

Berdasarkan Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka, beberapa hal berikut penting untuk diperhatikan terkait mekanisme penentuan kenaikan kelas.

Satuan pendidikan memiliki keleluasaan untuk menentukan kriteria kenaikan kelas. Penentuan kenaikan kelas  dilakukan dengan mempertimbangkan laporan kemajuan belajar yang mencerminkan pencapaian peserta didik pada semua mata pelajaran dan ekstrakurikuler serta prestasi lain selama 1 (satu) tahun ajaran.

Untuk menilai pencapaian hasil belajar peserta didik sebagai dasar penentuan kenaikan kelas dapat berdasarkan penilaian sumatif. Penilaian pencapaian hasil belajar peserta didik untuk kenaikan kelas dilakukan dengan membandingkan pencapaian hasil belajar peserta didik dengan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran. 

Pembelajaran terdiferensiasi sesuai tahap capaian peserta didik menjadi salah-satu praktik yang dianjurkan dalam Kurikulum Merdeka. Penggunaan fase dalam Capaian Pembelajaran adalah salah-satu alasan mengapa peserta didik dapat terus naik kelas bersama temanteman sebayanya meskipun ia dinilai belum sepenuhnya mencapai kompetensi yang ditetapkan dalam Capaian Pembelajaran di fase sebelumnya atau tujuan pembelajaran yang ditargetkan untuk dicapai pada kelas tersebut. Ilustrasi berikut diharapkan dapat menjelaskan bagaimana proses belajar dalam suatu fase dan lintas fase dapat berjalan seiring dengan kenaikan kelas.

Apabila terdapat tujuan pembelajaran pada mata pelajaran tertentu yang tidak tercapai sampai saatnya kenaikan kelas, maka pada rapor peserta didik tersebut dituangkan nilai aktual yang dicapai dan dideskripsikan bahwa peserta didik tersebut masih memiliki tujuan pembelajaran yang perlu ditindaklanjuti di kelas berikutnya.

Dalam proses penentuan peserta didik tidak naik kelas, perlu dilakukan musyawarah dan pertimbangan yang matang sehingga opsi tidak naik kelas menjadi pilihan paling akhir apabila seluruh pertimbangan dan perlakuan telah dilaksanakan. Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan apabila peserta didik dinyatakan TIDAK NAIK KELAS:

  1. Banyak penelitian menunjukkan bahwa tinggal kelas tidak memberikan manfaat signifikan untuk peserta didik, bahkan cenderung memberikan dampak buruk terhadap persepsi diri peserta didik (Jacobs & Mantiri, 2022; OECD, 2020; Powell, 2010).
  2. Dalam survei PISA 2018, skor capaian kognitif peserta didik yang pernah tinggal kelas secara statistik lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak pernah tinggal kelas (OECD, 2021). Hal ini menunjukkan bahwa mengulang pelajaran yang sama selama satu tahun tidak membuat peserta didik memiliki kemampuan akademik yang setara dengan teman-temannya, melainkan tetap lebih rendah. Hal ini dimungkinkan karena yang dibutuhkan oleh peserta didik tersebut adalah pendekatan atau strategi belajar yang berbeda, bantuan belajar yang lebih intensif, waktu yang sedikit lebih panjang, namun bukan mengulang seluruh pelajaran selama setahun.
  3. Dalam hal terjadi kasus luar biasa, jika terdapat banyak mata pelajaran yang tidak tercapai oleh peserta didik dan/atau terkait isu sikap dan karakter peserta didik, maka satuan pendidikan dapat menetapkan mekanisme untuk menetapkan peserta didik tidak naik kelas. Namun demikian, keputusan ini sebaiknya dipertimbangkan dengan sangat hati-hati mengingat dampaknya terhadap kondisi psikologis peserta didik. 
  4. Tinggal kelas juga memberatkan secara ekonomi. Hasil tes PISA 2018 menunjukkan bahwa di berbagai negara, mayoritas siswa yang pernah tidak naik kelas adalah siswa dari keluarga kelas menengah ke bawah (OECD, 2020). Ketika mereka tinggal kelas, biaya untuk mengulang satu tahun belajar memberatkan keluarga sehingga mereka semakin rentan putus sekolah. 

Beberapa hal yang perlu direfleksikan kembali oleh pendidik sebelum menentukan peserta didik TIDAK NAIK KELAS.

  1. Pendidik perlu memonitor dan mengkomunikasikan sepanjang proses pembelajaran dan bukan hanya di akhir semester/tahun, misalnya terhadap permasalahan kehadiran, seharusnya tidak diketahui di akhir tahun; namun sudah ada intervensi sebelumnya.
  2. Kenaikan kelas/kelulusan bukan menjadi hukuman bagi siswa. Pendidik bekerja sama dengan orangtua untuk mendeteksi permasalahan di sepanjang proses pembelajaran. Dengan demikian jika ditemui permasalahan, maka dapat segera diatasi dan diberikan intervensi.
  3. Pendidik menggunakan umpan balik/refleksi untuk mengetahui dan menentukan strategi untuk membantu peserta didik yang mengalami ketertinggalan pada sepanjang proses pembelajaran.

Impelementasi dai Permendikbud No. 21 Tahun 2022 di atas tertuang dalam Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka berikut.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung:

Postingan Populer

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog